Ebook Agama, Keterbukaan dan Demokrasi - Franz Magnis Suseno dkk


Judul Ebook : Agama, Keterbukaan dan Demokrasi 

Tebal Ebook : 176 Halaman

Bahasa           : Indonesia

Buku yang ada di tangan pembaca ini berawal dari pidato Franz Magnis-Suseno SJ dalam kegiatan Nurcholish Madjid Memorial Lecture (NMML) ke-8 di Universitas Paramadina 2014 lalu. Romo Magnis saat itu menyampaikan pidato berjudul “Agama, Kebangsaan dan Demokrasi: Nurcholish Madjid dan Kemanusiaan.”

Tema di atas sangat relevan mengingat agama semakin terpojok akibat ulah kelompok radikal ekstrimis akhir-akhir ini. Kekejaman yang sengaja dipertontonkan kelompok ISIS (The Islamic State of Iraq and Syria) misalnya, membuat ke- yakinan sebagian orang goyah, jika bukan hilang, pada agama. Kebencian kelompok Ma Bha Ta, organisasi radikal Buddha di Myanmar, terhadap penduduk Muslim Rohingya, contoh lain, menambah daftar model beragama yang jauh dari penghargaan terhadap nilai dan martabat kemanusiaan.

Model beragama seperti dua contoh di atas rupanya cerminan dari apa yang terjadi di berbagai belahan dunia. Studi terbaru Pew Research Center, lembaga tangki pikirinternasional yang secara periodik mengumpulkan data mengenai kehidupan keagamaan, patut disimak. Salah satu aspek studi ini adalah permusuhan antar-masyarakat berbasis keagamaan. Aspek ini bisa tampil dalam bentuk perusakan harta benda hingga penyerangan terhadap orang atau kelompok yang dianggap menyalahi ajaran keagamaan. Aspek tersebut, menurut riset ini, dialami dengan skor “tinggi” dan “sangat tinggi” di 45 dari 198 negara di dunia. Jika dilihat dari total populasi, 45 negara tersebut setara dengan 63 persen dari total penduduk bumi. 

Artinya, setengah lebih penduduk bumi memusuhi sesama manusia yang melibatkan simbol agama. Indonesia, dalam studi di atas, adalah satu di antara negara yang dilaporkan dengan skor “sangat tinggi”. Hal ini berbanding lurus dengan laporan tahunan kehidupan keagamaan dari beberapa lembaga non-pemerintah di Indonesia. Setara Institute, misalnya, menggolongkan de- lapan provinsi sebagai “zona merah”, di mana intensitas insiden pelanggaran kebebasan beragama sangat tinggi dan berulang-ulang. Di zona ini, insiden kekerasan dan pelanggaran kebebasan beragama umumnya menimpa mereka yang keyakinan keagamaannya dinilai sesat dan izin pendirian rumah ibadah dipersoalkan. Kategorisasi ini tidak lantas daerah lain yang termasuk “zona oranye” dan “zona kuning” bebas dari insiden sama sekali.






 BACA ONLINE Franz Magnis Suseno dkk
 "jika link download bermasalah tolong tinggalkan komentar"
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments