Ebook Cina di Indonesia - Ben Anderson


Judul Ebook : Cina di Indonesia

Tebal Ebook : 8 Halaman

Bahasa           : Indonesia

Ketika saya paling akhir diperbolehkan berfoya2 di Tanah Air- hampir 23 taon yang lalu - pada suatu malam saya nongkrong ngobrol2 dengan temen2 di salah satu warung di kota Sala. Tahu2 pembicaraan kami pindah ke topik "kuburan cino." Dari pembicaraan itu muncul ungkapan bahwa "si cino" itu tidak berhak beristirahat untuk selamanya di bumi Indonesia tanpa gangguan, sehingga "layak digusur." Timbullah beberapa pertanyaan di benakku: mengapa "kuburan cino" perlu digusur, dan kapan bertumbuh fantasi keblinger ini.

Pertanyaan tadi baru mulai terjawab setelah saya sempat membuat riset di Pilipina pada akhir tahun 90-an. Karena di sana saya melihat banyak sekali manusia yang jelas keturunan campur "intsik", pribumi, dan Spanyol. 

Mungkin sekali prosentase penduduk "intsik" di Pilipina jauh lebih tinggi dari prosentase "cino" di Tanah Air. Selain itu sebagian besar cukup berada, plus mereka nongol di segala bidang - politik, sastra, kriminalitas, agama, profesi, dan sebagainya. Tetapi -dan ini aneh mengingat bahwa para pribumi Pilipina masih masuk bangsa Melayu raya selama 100 tahun belakangan ini, dimana timbul revolusi pertama di Asia, penjajahan Amerika, Perang Dunia ke-2, dllnya, tidak pernah ada huruhara anti-cino. Malahan kasus2 kekejaman dengan skala besar terhadap si cino dilakukan oleh penguasa Spanyol, bukan oleh pribumi, dan pembantaian paling akhir terjadi pada taon 1762: pas duapuluh dua tahun setelah pembantaian "cino" yang pertama di Indonesia yang dilakukan oleh orang2 Belanda di Batavia pada tahun 1740, 250 tahun yang lalu. Yang lebih menarik lagi, ialah bahwa istilah Spanyol untuk manusia "pendatang" ini, sampai pertengahan abad ke-19, bukannya "cino" tetapi "sangley".

Kita kenal kata ini dalam versi Indonesianya yaitu "sengli", yang berarti dalam bahasa Hokkien "si pedagang". Seolah2 zaman dulu pejabat imigrasi Spanyol bertanya pada si pendatang dari Fujian, "kamu ini siapa", dan dijawab "yang bener aje, gue pedagang." Tapi saking gendhengnya dan mental sukuisnya si pejabat, "pedagang" diartikannya bukan sebagai nama aktivitas tetapi sebagai nama sukubangsa. Tetapi "nama" ngawur ini juga akan menimbulkan pembantaian.






 BACA ONLINE Ben Anderson
 "jika link download bermasalah tolong tinggalkan komentar"
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments