Ebook Imanensi dan Transendensi - Martin Suryajaya


Judul Ebook : Imanensi dan Transendensi

Tebal Ebook : 314 Halaman

Bahasa           : Indonesia

Sebagai Kata Pengantar untuk buku, saya tidak akan merang- kumkan isi dari buku ini. Penulis akan memberikannya, dan kalau pembaca mencermati jalinan argumentasi yang tertata apik dan dipre- sentasikan dengan jelas oleh penulisnya, buku ini sangat bisa dipa- hami. Mungkin para pembaca awam akan agak kesulitan dengan ber- bagai istilah asing yang dianggap begitu saja sudah dipahami (ekuasi, rekuperasi, eksposisi, elaborasi, apropriasi, reapropriasi, presentasi- representasi, destruksi, posisional, imposisi, mengkonstitusi, konsta- tasi, kontaminasi, suplementasi, serialitas, interserialitas, progresi, sta- tus quois). Memang saya sendiri mengalami banyak kali kesulitan teknis seperti itu, tetapi paling tidak, upaya untuk itu tidaklah mustahil. Martin sendiri juga telah berusaha melakukannya dengan menggunakan kosa kata Indonesia: kekelindanan, gamit, menghablur, bersidekap,merepih, jamak. 

Sedikit catatan ini hanya untuk menunjukkan bahwa berfil-safat di Indonesia memang sangat sulit. Bahasa kita terbatas. Dan itu dampaknya membatasi cara kita berpikir. Maka dari sudut ini, bisa dipahami bahwa kita sering mengindonesiakan secara cepat istilah a- sing (misalnya kata-kata dialektika, negasi, alienasi). Bila tiga contoh terakhir di telinga banyak pecinta filsafat sudah akrab, toh istilah-istilah itu masih memusingkan bagi pembaca awam. Banyaknya istilah asing dalam buku ini mungkin akan memperberat bukan hanya tugas pembaca awam tetapi juga para pecinta filsafat.

Hal teknis lain yang mungkin di sana-sini bisa menganggu pembaca adalah soal ketidaktepatan terjemahan. Kata “behind each consciousness” (hlm. 67) diterjemahkan “dalam kesadaran”. Untuk kerangka analisis Sartre atas Husserl apakah ada perbedaan mendasar antara “di belakang” dan “dalam”? Tentu penulis sendiri yang bisa menjelaskannya. Di halaman 197 kalimat “all is grace” diterjemahkan menjadi “segala sesuatunya adalah peristiwa”. Kata grace disamakan Martin dengan event. 

Memang, lewat spekulasi melingkar-lingkar kita bisa paham bahwa setiap event, bila ditanggapi secara positif, adalah sebuah charis (Yunani), sebuah gratia (Latin), sebuah grace, sebuah rahmat yang perlu disyukuri. Namun, secara ketat, “all is grace” artinya adalah sekadar bahwa “semuanya adalah berkat/rahmat”. Kemudian kekurangtepatan terjemahan juga saya temukan di halaman 175 ketika kata Prancis “décallage” (displacement) diterjemahkan sebagai “kemenyimpangan ”atau “pemindah-tempatan”. Lebih sederhana kalau dikatakan bahw décallage adalah “selip” (ketidakpasan tanpa konotasi benar salah).






 BACA ONLINE Martin Suryajaya
 "jika link download bermasalah tolong tinggalkan komentar"
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments