Ebook A'll You Need Is Love - Caknur di Mata Anak Muda - Nurcholish Madjid


Judul Ebook : A'll You Need Is Love - Caknur di Mata Anak Muda

Tebal Ebook : 250 Halaman

Bahasa          : Indonesia

Sebuah buku lain tentang almarhum Nurcholish Madjid? Bukankah, dibanding cendekiawan Muslim Indonesia lainnya, dia-lah yang paling sering dibahas di dalam berbagai penerbitan, entah dalam bentuk analisis dingin yang mendalam dan mencerahkan atau umbar fitnah yang murahan, yang berisi baik hikmah maupun sampah?

Jawabannya: ya dan tidak. Ini memang buku tentang cendekiawan Muslim yang biasa disapa Cak Nur itu. Tapi kumpulan esai ini bukan sebarang buku tentang Cak Nur. Buku ini lain dari biasanya sedikitnya dalam dua segi. 

Pertama, para penulis yang esainya diterbitkan di sini adalah anak-anak muda. Kecuali satu (Irfan Mohamad, pada esai ketiga), semuanya berusia di bawah 40 tahun, dan rata-rata lahir antara akhir 1970-an dan awal 1980-an. Artinya, mereka belum lahir ketika Cak Nur menyampaikan pidatonya yang menghebohkan itu, berjudul “Keharusan Pembaharuan Pemikiran Islam dan Masalah Integrasi Umat”, di Jakarta, Januari 1970, yang menandai kiprahnya sebagai – meminjam istilah Tempo mengenainya – “penarik gerbong” gerakan pembaharuan Islam Indonesia. Sebagian penulis muda ini cukup akrab dengan Cak Nur sebagai pribadi: dia memberi khotbah nikah dalam perkawinan Burhanuddin, misalnya, dan iman Irfan “terselamatkan” berkat ceramah- ceramahnya di Paramadina (itu pula sebabnya mengapa esainya harus disertakan dalam kumpulan ini). Tapi sebagian lainnya tidak pernah melihat sosoknya secara langsung dan hanya menyaksikannya di televisi atau membacanya di media massa atau buku. Bahkan A. Sa’duddin Sabilurrasad, penulis termuda dalam kumpulan ini, baru berusia satu tahun ketika Cak Nur membentuk Paramadina, lembaga yang hampir diidentikkan dengannya, pada November 1986.

Kedua, dalam kumpulan esai ini, anak-anak muda itu sebenarnya tidak menulis mengenai Cak Nur, melainkan mengenai diri mereka sendiri. Mereka merekam apa makna Cak Nur – pikirannya, bukunya, wawancaranya di media massa, selebritasnya, caranya menjawab kritik, khotbah Jumatnya yang menyarankan film, dan lainnya, bahkan kacamata dan kebersahajaannya di depan istrinya – bagi pembentukan dan perkembangan diri mereka sendiri. 

Lewat Cak Nur, mereka sebenarnya tengah membicarakan diri mereka sendiri. Dengan begitu, buku ini hendak merekam bagaimana kiprah Cak Nur selama hayatnya beresonansi di kalangan anak-anak muda Indonesia kontemporer, satu lapisan generasi yang jelas bukan generasi yang menjadi sasaran utama “kampanye”-nya ketika dia pertama kali menarik gerbong pembaharuannya. 

Buku ini juga mau merekam bagaimana, dan dalam bentuk apa, anak-anak muda itu bereaksi terhadap panggilan Cak Nur. Di sini kita juga bisa melihat apa yang dalam pandangan mereka patut, perlu, atau harus dilanjutkan dari Cak Nur, dan sebaliknya. Jika kita benar-benar menghargai anak-anak muda, pemegang obor masa depan itu, bukankah kini saatnya untuk kita mendengarkan dan menyimak baik-baik mereka? Lebih baik dari sekadar mewacanakannya?

Kumpulan ini berisi 30 esai pilihan dari esai-esai yang dikirimkan dalam rangka sayembara penulisan menyambut 1000 hari wafatnya Cak Nur. Kami bersyukur bahwa sayembara itu, meski diumumkan secara terbatas dan dengan rentang waktu relatif singkat, memperoleh sambutan hangat dari anak-anak muda. Kami menerima tak kurang dari 74 esai pendek (tak lebih dari tiga halaman spasi tunggal), berisi renungan mengenai apa makna Cak Nur bagi pribadi mereka, sesuai dengan yang kami minta. Kiriman itu datang dari berbagai wilayah di tanah air: terutama dari Jakarta dan Yogyakarta, seperti yang bisa diduga sehubungan dengan peran sentral kedua kota ini dalam kehidupan intelektual Indonesia, tetapi juga dari Semarang, Malang, Surabaya, Medan, Bandung, Jember dan Samarinda.






 BACA ONLINE Nurcholish Madjid
 "jika link download bermasalah tolong tinggalkan komentar"
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments