Bertahan dalam Impunitas [Download pdf] - Galuh Wandita_dkk


Judul Ebook : Bertahan dalam Impunitas

Tebal Ebook : 309 Halaman

Bahasa           : Indonesia

Setelah sekian lama menggunakan kerangka keadilan transisi –yaitu “tindakan yudisial serta non-yudisial yang dilaksanakan di berbagai negara untuk menyelesaikan warisan dari pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi dalam skala masif” kami mulai merasa letih. Sebagian dari kami telah bekerja bersama (ataupun di dalam) mekanisme komisi kebenaran atau mekanisme investigasi lainnya.

Kami semakin tak puas bekerja dengan mekanisme yang adhoc yang bermasa tugas pendek. Di Indonesia, seperti di berbagai negara Asia lainnya, janji untuk meraih masa depan yang lebih baik melalui proses keadilan transisi tak kunjung sampai.8 Mekanisme keadilan transisi yang terbentuk, seperti Pengadilan HAM dan Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) Indonesia Timor-Leste, tidak bisa menghasilkan keadilan yang didambakan oleh korban. Tiga kasus yang diadili di pengadilan HAM permanen dan adhoc di Indonesia menghasilkan putusan bebas bagi semua pelaku, melalui proses banding.9 Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) yang dijanjikan dalam Ketetapan MPR (2000) belum dibentuk, sehingga KKR untuk Papua dan Aceh yang dimandatkan dalam undang-undang akhirnya terbengkalai, tanpa ada dukungan politik yang cukup. Kalaupun sebuah mekanisme terbentuk maka mekanisme tersebut mencerminkan kelemahan dari sebuah transisi yang tak sempurna, dimana kekuatan lama dan kekuatan reformasi masih terus bertarung. Para “ahli” keadilan transisi terbang ke sana ke mari memberi nasihat namun mereka tak terikat pada sebuah proses pendampingan korban dan masyarakat yang jangka panjang. Untuk sebagian korban, periode kerja mekanisme keadilan transisi terasa seperti “tabrak-lari,” sehingga mengecewakan korban yang membutuhkan proses panjang untuk dapat pulih dari trauma yang mendalam. Korban yang lain merasa ditinggalkan, setelah membuka diri tentang pengalaman kekerasan tanpa ada pendampingan yang berkelanjutan.

Namun demikian, kami tetap percaya bahwa warisan dari pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi dalam skala luas ini terus membentuk nasib bangsa ini, baik pada masa sekarang maupun masa depan. Impunitas terkait kejahatan berat dan penyalahgunaan kekuasaan cenderung mendorong lembaga negara untuk terus mempraktikkan pemerintahan yang tidak bertanggung jawab. Contoh terburuk adalah pembiaran praktik penyiksaan, korupsi dan kekerasan terhadap perempuan. Kami ingin mencari jalan untuk membebaskan diri dari belenggu impunitas dalam konteks dimana mekanisme resmi untuk pertanggjungjawaban tidak memungkinkan, dengan melibatkan korban perempuan, dan mengajak mereka mengambil tindakan bersama.

Terinspirasi dari ide untuk mendorong proses pemulihan yang transformatif bagi perempuan10 kami merancang penelitian ini untuk mengenyahkan apatisme dan merayakan aktivisme.11 Kami tahu bahwa para korban perempuan telah mengidentifikasi kebutuhan praktis (sumber nafkah, perumahan, akses kepada layanan kesehatan) dan juga kebutuhan strategis (pengakuan atas penderitaan, kesetaraan, mengubah situs kekerasan menjadi ruang publik untuk pendidikan). Maka dari itu, kami mendesain proses penelitian yang melihat kebutuhan mendesak sekaligus aspirasi jangka panjang yang menuntut perubahan dalam hubungan kekuasaan. Mekanisme keadilan transisi yang hanya mendorong partisipasi korban (untuk menghukum pelaku atau untuk mengungkap kebenaran) tanpa memperhatikan kebutuhan praktis dan strategis korban akhirnya tidak bisa berkontribusi untuk
perubahan sosial yang transformatif.

 BACA ONLINE Galuh Wandita, dkk
 "jika link download bermasalah tolong tinggalkan komentar"
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments