Mengadili Korban, Praktek Pembenaran Terhadap Kekerasan Negara [Download pdf] - Samuel Gultom


Judul Ebook : Mengadili Korban

Tebal Ebook : 85 Halaman

Bahasa           : Indonesia

Pergerakan sejarah di Eropa barat dan Amerika utara pada penghujung abad ke-18 menghasilkan perubahan-perubahan besar dalam skala mondial. Ia bukan saja memunculkan negara-bangsa modern di Amerika Serikat dan menghancurkan kekuasaan monarki di Prancis, tetapi yang lebih penting adalah menguatnya arus pemikiran baru yang mencerminkan kesadaran berpolitik yang
berbeda dari sebelumnya. Arus pemikiran yang dipelopori warga kota (burgerij) dan intelektual di luar institusi negara feodal dan gereja itu semakin menegaskan jati dirinya dengan menjadikan pengalaman sejarah di bawah kekuasaan feodal sebagai titik tolaknya.

Pada intinya kesadaran ini adalah pengakuan atas kebebasan individu sebagai sesuatu yang inheren dalam kehidupan sosial, dan karenanya mutlak harus dijamin keberadaannya. Konsekuensi logis sekaligus politisnya adalah perlunya membatasi kekuasaan negara di hadapan warga negara sebagai infrastruktur bangunan negara-bangsa modern. Tentunya pembatasan itu tidak berarti menghilangkan seluruh kekuasaan negara, karena hingga batas tertentu kekuasaan tersebut tetap diperlukan justru untuk menjaga dan menjamin kebebasan individu. Artinya, kekuasaan negara terutama adalah fungsi kebebasan. Perlu diingat, gagasan ini muncul dari pengalaman sistem bernegara feodal, di mana kekuasaan mutlak dimonopoli negara, sehingga tuntutan-tuntutan kebebasan individu yang dipelopori oleh kaum warga kota cenderung diarahkan dan terfokus pada kekuasaan negara.

Untuk membatasi kekuasaan negara demi menjamin kebebasan individu, diperlukan perangkat hukum yang mengikat dan dibakukan dalam undang-undang tertulis untuk menjamin kepastian hukum yakni hukum yang sama digunakan untuk kasus yang sama. Hukum dalam bentuknya yang lama yang terdiri dari kaidah-kaidah moral-filsafati pada aras abstrak sebagai asas keadilan (soft laws) harus diubah menjadi kaidah-kaidah yang dirumuskan secara rasional, eksplisit-tertulis dalam wujud corpus yang koheren dan mampu berbicara pada aras yang konkret sebagai aturan perilaku kehidupan sehari-hari (hard laws). Hukum demikian dengan sendirinya menegasikan unsur-unsur metafisik, misalnya pertimbangan moral atau kearifan pribadi, sebagai unsur hukum.Singkatnya, rujukan-rujukan normatif selain yang telah dipositifkan sebagai kaidah hukum tidak dapat dijadikan acuan.

Positivisasi tersebut diperlukan guna menjamin agar penyelenggara negara tunduk pada aturan hukum yang diasumsikan sebagai buah kesepakatan kontraktual warga negara. Maka maknanya tidak bisa lain, negara harus tunduk pada hukum (positif) dan bukan sebaliknya. Inilah substansi pokok doktrin supremasi hukum (rule of law atau rechtstaat) yang hingga kini diakui dan diterima secara luas sebagai “pedoman” dasar bernegara. Dalam penjabarannya lebih lanjut, dinyatakan pula bahwa konstitusi harus menempati kedudukan tertinggi di mana setiap ketentuan perundang-undangan lainnya harus mengacu. Ajaran konstitusionalisme ini dirintis di Amerika Serikat pada peralihan menuju abad ke-19, meski sebenarnya sudah sejak abad ke-11 hal serupa dipraktekan di Eropa Barat dalam konteks negara kota dalam bentuk charta.

 BACA ONLINE Samuel Gultom
 "jika link download bermasalah tolong tinggalkan komentar"
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments