Pengakuan Algojo 1965 [Dowload pdf] - Majalah Tempo


Judul Ebook : Pengakuan Algojo 1965

Tebal Ebook : 72 Halaman

Bahasa           : Indonesia

REKONSILIASI tidak bisa dimulai dari ingkar; ia harus diawali oleh pengakuan. Itulah yang seharusnya dilakukan para pelaku pembunuhan massal 1965 dan mereka yang menyokong kejadian itu. Dalam frasa truth and reconciliation, terma "kebenaran" diletakkan mendahului "rekonsiliasi" untuk menunjukkan yang satu merupakan syarat mutlak bagi yang lain.

Kini, 47 tahun berlalu sejak pembunuhan besar-besaran terhadap anggota Partai Komunis Indonesia dan orang-orang yang dituduh berafiliasi dengannya. Rekonsiliasi masih jauh dari angan-angan. Yang abadi hingga kini: para pelaku-juga organisasi serta aparatur negara yang menyokong aksi sadistis itu-sibuk menyangkal atau membela diri seraya mengingatkan tentang "bahaya laten" komunisme.

Tak ada angka pasti tentang jumlah korban. Pada Desember 1965, Sukarno pernah membentuk komisi pencari fakta yang dipimpin Menteri Negara Oei Tjoe Tat untuk mencari tahu. Karena tak leluasa bekerja dan khawatir pada reaksi tentara, komisi itu menyimpulkan 78 ribu orang terbunuh-angka yang dipercaya terlalu kecil. Laporan Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban menyebutkan korban tewas sekitar satu juta. Menurut mantan Komandan Resimen Para Komando Angkatan Darat Sarwo Edhie Wibowo, setidaknya tiga juta orang terbunuh. Para aktivis kiri mempercayai duajuta.

Meminjam Robert Cribb, kaum kiri membesar-besarkan skala pembantaian untuk menekankan kesalahan para pelaku. Bagi para penentang komunis, angka yang tinggi menegaskan bahaya PKI, angka yang rendah akan mengurangi kesalahan mereka. Dalam hal ini, pengingkaran tampaknya dimulai dari statistik. Dalam semangat mengungkap "truth" itulah film TheActofKilling karya sutradara Joshua Oppenheimer layak mendapat perhatian. Dibuat selama tujuh tahun, film itu memuat kesaksian terbuka seorang bergajul yang pernah membunuh ratusan orang PKI di Medan.

Kesaksian itu menguak motif lain para jagal: dendam pribadi. Bagi Anwar Congo, jagal itu, orang-orang PKI harus dibunuh karena mereka melarang film Barat- "kapitalisme" yang bertahun-tahun telah menafkahi Anwar sebagai tukang catut karcis bioskop. Sejumlah algojo lain menyampaikan apologia yang tak baru: mereka membunuh untuk menyelamatkan negara dari bahaya komunis.

Dalam alam pikir Orde Baru yang belum sepenuhnya pupus dimasyarakat, permohonan maaf yang diajukan Presiden Abdurrahman Wahid pada awal reformasi dulu layak diapresiasi. Sebagai kepala negara dan kiai Nahdlatul Ulama, Gus Dur secara terbuka menyatakan penyesalan. Patut disayangkan, 13 tahun setelannya segelintir ulama NU justru menolak meminta maafkepada para korban dan meminta Presiden Yudhoyono mengikuti jejak mereka. Sikap ini mereka ambil setelah Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mengumumkan hasil investigasi tentang tragedi ini. Sejarah mencatat, NU adalah organisasi yangaktif berperan "membersihkan" PKI di Jawa Tengah danJawa Timur.

 BACA ONLINE Majalah Tempo
 "jika link download bermasalah tolong tinggalkan komentar"
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments