Prajurit-Prajurt di Kiri Jalan [Download pdf] - Petrik Matanasi


Judul Ebook : Prajurit-Prajurt di Kiri Jalan

Tebal Ebook : 164 Halaman

Bahasa           : Indonesia

Tentara Merah, seperti di Cina dan Soviet, tidak pernah hidup di Indonesia. Jangankan hidup, diizinkan pun tidak. Sebagaimana diketahui, terminologi “merah” selalu mengacu pada komunisme. Terminologi ini kadung melekat di isi kepala orang-orang Indonesia. Meski Tentara Merah tidak ada di Indonesia, bukan berarti tidak ada tentara yang berjiwa merah, dalam pengertian terpengaruh komunisme.

Tentu ada alasan bagi tentara untuk memeluk komunisme, sayangnya banyak orang Indonesia tidak peduli dan mendengar alasan itu. Sering kali kemiskinan menjadi alasan klasik seseorang menjadi komunis. Apalagi di Indonesia kemiskinan adalah masalah kronis yang nampaknya sengaja dipelihara. Tidak heran jika komunis bisa berkembang cepat di Indonesia sebelum tahun 1965.

Selama ini yang berlaku, terminologi kiri atau pemberontak identik dengan terminologi merah. Sebenarnya tidak selalu berarti demikian, kiri bisa diartikan sebagai oposisi dari golongan yang berkuasa, yang dominan. Sebab dalam beberapa gerakan militer yang membangkang di Indonesia tidak selalu dilakukan oleh orang-orang merah. Sebagai contoh beberapa anggota KNIL yang melakukan pembangkangan terhadap Hindia Belanda. Seperti dilakukan Loloan da Salendu di Makassar pada 1945.  Oleh karena itu terminologi kiri lebih mengacu pada ideologi pembebasan. Para pemberontak, yang selalu berada di sisi kiri umumnya adalah kaum tertindas yang ingin merdeka.

Di Indonesia ada sederet daftar prajurit yang dicap kiri atau merah. Mereka biasanya berhubungan erat dengan kaum komunis, meskipun sama sekali tak berideologi komunis. Fenomena prajurit kiri seperti itu marak terjadi di masa revolusi 1945. Pada saat itu banyak orang yang berideologi masuk ketentaraan. Perlu diketahui, saat itu tidak ada filter ideologi untuk masuk tentara. Di Jawa Tengah, contohnya, banyak tentaranya kala itu berideologi komunis. Seperti yang dilabelkan pada Divisi Panembahan Senopati, Surakarta. Pada saat itu prajurit-prajurit kiri berseberangan dengan kebijakan pemerintah di bawah putusan Hatta Nasution yang lebih menginginkan tentara dalam jumlah kecil tapi efisien.

 BACA ONLINE Petrik Matanasi
 "jika link download bermasalah tolong tinggalkan komentar"
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments