Wahhabisme, Sebuah Tinjauan Kritis [Download pdf] - Hamid Algar


Judul Ebook : Wahhabisme, Sebuah Tinjauan Kritis

Tebal Ebook : 107 Halaman

Bahasa           : Indonesia

Kini mari kita coba melihat secara lebih detail ajaran-ajaran khas Muhammad bin ‘Abd al-Wahhab. Ajaran-ajaran itu berpu­sat pada definisi tawhid yang pada dasarnya ter­diri dari tiga bagian: tawhîd al-rubûbiyyah (penga­kuan bahwa hanya Allah semata yang memiliki sifat rabb, penguasa dan pencipta dunia, Yang menghidupkan dan mematikan); tawhîd al-asmâ’ wa ‘l-sifat (hanya membenarkan nama-nama dan sifat-sifat yang disebut dalam Al-Quran, tanpa di­ser­tai upaya untuk menafsirkan, dan tidak diper­bolehkannya untuk menerapkan nama-nama itu kepada siapapun selain Tuhan, bahkan seperti karim [dermawan], misalnya); dan tawhîd al-‘ibâdah [seluruh ibadah hanya ditujukan kepada Allah].

Bentuk tawhid yang terakhir ini adalah yang terpenting dalam pandangan Muhammad bin ‘Abd al-Wahhab, baik dalam skema doktrinnya yang kaku maupun dalam penilaiannya yang cenderung memandang rendah kondisi kaum Muslim selama berabad-abad. Dalam menolak se­luruh konsensus ulama sebelumnya, ia meng­ang­gap komponen pertama tawhid sebagai seka­dar pengakuan verbal, yang tidak memiliki nilai pada dirinya sendiri dan tentu tidak memadai untuk mencapai kualitas sebagai Muslim. Karena, menurutnya, bahkan kalangan politeis Arab pra-Islam telah memercayainya. Ia juga tidak mem­per­lihatkan perhatian yang besar untuk mengela­borasi bentuk kedua tawhid, selain hanya meng­ulangi rumusan-rumusan Ibn Taymiyyah yang mengecam antropomorfisme.

Bentuk tawhid yang ketigalah, menurut Muhammad bin ‘Abd al-Wahhab yang menjadi batas tegas antara Islam dan kufur, antara tawhid dan syirik. Termasuk dalam argumennya ialah bahwa prinsip tawhîd al-‘ibâdah ini diwahyukan kepada Nabi bahkan sebe­lum kewajiban-kewajiban ibadah seperti salat, zakat, puasa dan haji yang memungkinkan prin­sip itu diterjemahkan ke dalam praktik, dan karena itu memiliki nilai yang lebih unggul di­banding­kan kewajiban-kewajiban ibadah ter­sebut. Seperti halnya tawhîd al-rubûbiyyah tidak cukup untuk menjadikan diri seseorang sebagai Muslim, orang juga tidak dapat mencapai kualitas sebagai Muslim dengan melaksanakan kewajiban-ke­wajiban agamanya jika ia melanggar prinsip tawhîd al-‘ibâdah sebagaimana didefinisikan oleh sekte Wahhabi.

Pelanggaran semacam itu terjadi manakala suatu kegiat-an ibadah melibatkan suatu pihak selain si pelaku ibadah itu sendiri dan Tuhan. Ada sejumlah contoh, seperti doa yang di dalamnya disebut nama Nabi atau orang-orang yang dimuliakan lainnya dengan harapan bahwa permo­honan seseorang lebih berperluang untuk dika­bulkan, dengan menggunakan ungkapan seperti bi hurmati...; isti‘ânah dan istighâtsah, meminta bantuan dalam perkara-perkara duniawi atau spi­ritual dengan bentuk kata-kata yang menyi­ratkan harapan akan bantuan dari seseorang, alih-alih dari Tuhan, bahkan kendati orang itu secara tersirat dipandang sebagai penyalur pertolongan Tuhan; tawassul, berkaitan dengan seseorang, betapa pun dimuliakannya, sebagai sarana untuk memfasilitasi seseorang untuk men- dekat kepada Tuhan; menisbatkan sifat hidup dan perantaraan kepada orang yang telah mati dengan menyebut mereka ketika berdoa, meski orang itu bukan men­jadi objek ibadah; harapan, atau keinginan, akan syafâ‘ah (pertolongan) para nabi, wali, syahid dan orang-orang yang dimuliakan lainnya; tabarruk (mencari keberkahan) di kuburan-kuburan mere­ka; ziyârah, mengunjungi makam sebagai tindakan yang dilakukan semata-mata untuk tujuan dan niat berkunjung; pembangunan kubah atau ba­ngunan di atas makam.

 BACA ONLINE Hamid Algar
 "jika link download bermasalah tolong tinggalkan komentar"
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments