Dampak Proyek Iklim Terhadap Hak-Hak Perempuan yang Tinggal di Sekitar Hutan di Kalimantan Tengah [Download pdf] - Solidaritas Perempuan


Judul Ebook : Dampak Proyek Iklim Terhadap Hak-Hak Perempuan yang Tinggal di Sekitar Hutan di Kalimantan Tengah

Tebal Ebook : 45 Halaman

Bahasa           : Indonesia

Sebagai negara kepulauan, Indonesia sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Tingginya bencana alam yang terjadi di Indonesia seperti banjir, tanah longsor, Kekeringan, badai adalah fakta atas kerentanan tersebut. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat bahwa selama 1982-2012 telah terjadi banjir (4,121), tanah longsor (1,983), Badai (1,903) dan kekeringan (1,414), sebagai dampak dari fenomena perubahan iklim (Data BNPB, 2013). Di tengah kebutuhan yang tinggi untuk upaya adaptasi, Indonesia justru menyatakan komitmennya mengurangi emisi hingga 26% pada tahun 2020 dengan usaha sendiri atau 41% dengan bantuan internasional. Pernyataan tersebut dikeluarkan Presiden SBY pada pertemuan perundingan internasional untuk perubahan iklim, COP 15 di Copenhagen, Denmark. Dari penurunan emisi 26% ini, sebanyak 14% diharapkan berasal dari sektor kehutanan.

Komitmen ini diterjemahkan dengan pengembangan kebijakan dan proyek percontohan untuk pengurangan emisi dengan mekanisme REDD+, yang dikembangkan untuk masuk ke dalam skema perdagangan karbon internasional atau menggunakan mekanisme pasar. Komitmen Indonesia telah mengundang berbagai pendanaan iklim masuk ke Indonesia. Hingga tahun 2011 komitmen pendanaan iklim ke Indonesia telah mencapai USD 4,4 milyar, terbagi dalam USD 3,48 bantuan bilateral dan USD 913 juta bantuan multilateral, yang ditujukan untuk aktivitas mitigasi perubahan iklim.

Hingga tahun 2010, telah ada 44 proyek percontohan REDD (REDD Readiness) di Indonesia, dari Aceh hingga Papua, dengan berbagai bentuk dan sumber pendanaan. Sedangkan, sumber pendanaan untuk adaptasi perubahan iklim masih mengandalkan dana APBN (Bappenas, 2013). Lebih lanjut lagi, Presiden SBY kemudian memilih Kalimantan Tengah sebagai Propinsi Percontohan pelaksanaan REDD+ dalam Sidang Kabinet, Desember 2010.

Presiden memilih Kalimantan Tengah berdasarkan kombinasi dari penilaian aspek kuantitatif dan kualitatif, berdasarkan hasil penilaian SATGAS REDD menunjukan bahwa Kalimantan Tengah adalah provinsi dengan tutupan hutan dan lahan gambut yang cukup luas, dengan ancaman dari deforestasi yang nyata. Tingkat kesiapan dan komitmen dari Gubernur Kalimantan Tengah untuk melaksanakan REDD plus juga dinilai menjanjikan. Hal ini didukung dengan ada proyek percontohan REDD di Kalimantan Tengah, dikenal sebagai Kalimantan Forest and Climate Partnership (KFCP), yang didukung dengan dana sebesar 30 juta dollar AUS dari program Indonesia-Australia Forest Carbon Partnership (IAFCP), ditandatangani Presiden SBY dan Perdana Menteri Australia pada 13 Juni 2008.

Fakta yang ditemukan oleh Solidaritas Perempuan di wilayah Kecamatan Mantangai, Kabupaten Kapuas, Propinsi Kalimantan Tengah, yang menjadi lokasi proyek REDD+ Kalimantan Forest and Climate Partnership, adalah perempuan terpinggirkan dari akses informasi dan proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam di sekitar mereka. Perempuan di wilayah tersebut, tidak mendapatkan informasi yang jelas mengenai proyek REDD di tanah mereka, termasuk dampak dan sumber pendanaan proyek. Perempuan tidak dilibatkan dalam tahap perencanaan proyek dan jarang diminta pendapat dan persetujuannya selama proses pengambilan keputusan. Lebih lanjut lagi, Perempuan di sana tidak terlibat dalam konsultasi dan/atau tidak berkesempatan untuk memberikan persetujuan/penolakan mereka atas proyek KFCP tersebut.

 BACA ONLINE | Solidaritas Perempuan
 "jika link download bermasalah tolong tinggalkan komentar"
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments