Situasi Kekerasan dan Pelanggaran Hak Buruh Migran Perempuan dan Keluarganya di Negara Asean [Download pdf] - Solidaritas Perempuan


Judul Ebook : Situasi Kekerasan dan Pelanggaran Hak Buruh Migran Perempuan dan Keluarganya di Negara Asean

Tebal Ebook : 41 Halaman

Bahasa           : Indonesia

Setiap tahunnya, ratusan ribu Warga Negara Indonesia bermigrasi untuk bekerja
menjadi buruh migran. Mayoritas dari mereka adalah perempuan, yaitu diperkirakan sebanyak 72% dari jumlah total Buruh Migran Indonesia BMI). Dari seluruh Buruh Migran Perempuan (BMP) tersebut, 92% diantaranya bekerja sebagai PRT.1 BMI Buruh Migran Indonesia, bekerja di berbagai Negara di dunia, termasuk Negara-negara ASEAN. Berdasarkan data BNP2TKI, Malaysia merupakan Negara tujuan dengan jumlah BMI terbanyak kedua, setelah Arab Saudi.2 Tak hanya Malaysia, Singapura, Brunnei Darussalam, dan Thailand juga menjadi Negara tujuan BMI, termasuk Buruh Migran Perempuan Pekerja Rumah Tangga (BMP PRT). Mereka berasal dari berbagai wilayah di Indonesia, termasuk Karawang, Sumbawa, Mataram, Kendari, Makassar, dan Palu.

Tingginya angka BMI yang bekerja di Negara-negara anggota ASEAN, disertai dengan tingginya kasus kekerasan dan pelanggaran hak buruh migran. Berdasarkan catatan BNP2TKI, selama 2012 sedikitnya ada 6.364 kasus TKI bermasalah. Jumlah itu tersebar di Taiwan dengan 2.652 kasus, Singapura 1959 kasus, Hongkong 995 kasus, Malaysia 570 kasus, Brunei Darussalam 165 kasus, Macao SAR 18 kasus, Korea empat kasus, dan Jepang satu kasus.

Tingginya angka kekerasan dan pelanggaran hak buruh migran, mendorong berbagai pihak terutama negara ASEAN untuk adanya sebuah mekanisme dan kebijakan ASEAN yang komprehensif melindungi hak buruh migran dan keluarganya. Dorongan tersebut kemudian berhasil menghasilkan Deklarasi ASEAN tentang Perlindungan dan Promosi Hak-hak Buruh Migran yang
ditandatangani oleh para pemimpin ASEAN pada 13 Januari 2007. Poin 22 Deklarasi yang ditandatangani di Cebu, Filipina tersebut menugaskan badan badan ASEAN yang terkait untuk menindaklanjuti Deklarasi dan mengembangkan instrumen ASEAN tentang perlindungan dan promosi hak-hak buruh migran. Sayangnya, setelah tujuh tahun instrumen yang seharusnya menjadi standar regional bagi perlindungan buruh migran masih belum selesai dibahas. Panjangnya pembahasan instrumen ini, serta berbagai perdebatan yang terjadi menunjukan perlindungan buruh migran belum menjadi prioritas bagi Negara-negara ASEAN.

Proses penyusunan Kerangka Instrumen ASEAN selama tujuh tahun (2007-2014) belum menemukan hasil. Berbagai perdebatan di dalam pembahasan, terutama di antara negara asal dan negara tujuan buruh migran mengakibatkan Instrumen yang diharapkan mampu melindungi buruh migran di ASEAN tersebut belum terwujud. Perdebatan yang kerap muncul mengenai bentuk Instrumen, diantaranya persoalan legally binding serta cakupan perlindungan yang hanya dibatasi pada buruh migran berdokumen. Sementara beberapa pemimpin negara ASEAN belum sepakat dengan perlindungan terhadap buruh migran yang tidak berdokumen.

 BACA ONLINE | Solidaritas Perempuan
 "jika link download bermasalah tolong tinggalkan komentar"
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments