Seekor Burung Kecil Biru di Naha [download pdf] - Linda Christanty

Judul Ebook : Seekor Burung Kecil Biru di Naha

Tebal Ebook : 147 Halaman

Bahasa         : Indonesia

Kehidupan perempuan Aceh pascaperdamaian dan sejarah berdirinya Museum HAM pertama di Asia Tenggara.

SUATU hari di tahun 1998, Khatijah binti Amin melihat air laut berwarna merah. Barangkali itu hanya pengaruh ganggang atau pantulan cahaya matahari sore. Tetapi dalam keadaan tertekan, dia tidak sempat memikirkan hal semacam itu. Rumah tahanan tempat dia disekap berada dekat laut. Dia merasa hidupnya tak lama lagi. Laut sewarna darah itu dianggapnya pertanda maut. Jarang sekali ada tahanan yang keluar dalam keadaan hidup dari kekejaman penyiksaan di Rancung, Pidie.

Khatijah ternyata dikaruniai umur panjang. Satu setengah bulan kemudian dia dibebaskan. Setelah itu dia ditangkap lagi dan ditahan di Rumoh Geudong, di Teupin Raya. Dia mengalami kekerasan fisik selama di situ, dipukuli dengan tongkat kayu. Dia juga menyaksikan orang-orang disiksa lebih hebat dibanding dirinya. Dia menganggap penderitaannya belum seberapa dibanding mereka. “Di sana saya mengaji terus. Tamat Alquran dalam 15 hari,” kenang Khatijah. Temannya diperkosa.

Suami Khatijah, Tengku Harun alias Abu Muslimin, adalah salah satu anggota pasukan pertama Hasan Tiro, sang pencetus Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Pada 4 Desember 1976, Tiro mendeklarasikan perang terhadap negara Indonesia untuk kemerdekaan Aceh. Indonesia membalas deklarasi itu dengan mengirim pasukan bersenjata ke Aceh. Tentara Nasional Indonesia (TNI) menjadikan Khatijah sebagai sasaran karena mereka tidak berhasil menangkap Tengku Harun.

Tidak kali itu saja Khatijah jadi saksi sejarah kekerasan di Aceh. Ketika masih kanak-kanak, dia melihat rumah ulee balang atau bangsawan Aceh dibakar. Para ulee balang dan keluarga mereka dibunuh, begitu pula orang-orang yang dianggap dekat dengan mereka. “Imam masjid kampung juga dibunuh karena dekat dengan Ampon Puteh,” katanya, dalam bahasa Aceh. Ampon Puteh atau Tengku Puteh adalah ulee balang terkenal di kampungnya. “Dia berkuasa,” lanjut Khatijah. Ulama yang tergabung dalam Persatuan Ulama Seluruh Aceh atau PUSA memimpin gerakan berdarah itu dan bertekad mengakhiri kekuasaan ulee balang yang mereka anggap kaki tangan penjajah kolonial Belanda waktu itu. PUSA mendukung negara Indonesia. Revolusi sosial ini berlangsung pada 1946 dan dinamai Perang Cumbok atau Perang Ulee Balang.

Pada 15 Agustus 2005, pemerintah Indonesia dan GAM me- nandatangani perjanjian damai di Helsinki, Finlandia. Suami dan tiga anak laki-laki Khatijah yang ikut GAM pun kembali ke rumah.

Namun, Khatijah belum dapat menghilangkan rasa marah-nya terhadap orang-orang yang menyiksanya dulu.

 BACA ONLINE | Dee Lestari
 "jika link download bermasalah tolong tinggalkan komentar"
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments